Wednesday 26 September 2012

The Invisible Hand Theory dan Matinya Ilmu Ekonomi

Oleh: Muhammad Nurjihadi
Bukan karena kedermawanan seorang penjual anggur atau tukang daging memberi anda makan daging atau minum anggur, melainkan karena mereka mementingkan dirinya sendiri.
-Adam Smith-

Prinsip dasar dari teori tangan tak terlihat atau dikenal juga dengan teori “tangan tuhan” (the invisible hand) adalah adanya keyakinan bahwa keseimbangan pasar terbentuk secara natural dengan adanya pertemuan supply (penawaran) dan demand (permintaan). Teori ini menafikkan peran pemerintah dalam aktifitas ekonomi karena dianggap sebagai penghambat perekonomian. Bertemunya suply dan demand secara alamiah merupakan respon dari rasionalitas hidup manusia dimana setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan mendapat keuntungan pribadi yang besar. Kecenderungan itu akan mendorong orang untuk memproduksi barang kebutuhan konsumen. Namun jika produksi itu berlebih, maka pasar akan meresponnya dengan penurunan harga, demikian pula sebaliknya ketika suatu produk langka, maka harganya akan menjadi tinggi (Smith, 1776).

Pemikiran Adam Smith dalam teori the invisible hand ini menjadi dasar lahirnya paham kapitalisme ekonomi. Banyak ilmuwan mengembangkan teori itu untuk memperkuat argumen Smith dan untuk menekan pemerintah agar memberikan kebebasan ekonomi yang seluas-luasnya kepada para pelaku ekonomi tanpa campur tangan pemerintah. Salah satu pengikut Smith yang paling terkenal karyanya adalah Ricardo (1817) yang mencetuskan teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage). Teori ini menyatakan bahwa perdagangan internasional harus didukung oleh pemerintah dengan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pelaku ekonomi untuk mengembangkan bisnisnya tanpa ada hambatan regulasi ataupun kebijakan pemerintah. Teori ini juga menyebutkan bahwa perdagangan internasional antar negara hanya akan terjadi jika suatu negara memiliki keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh negara lainnya. Dengan demikian, suatu produk yang diproduksi oleh suatu negara dengan lebih efisien akan dijual ke negara lain yang tidak memproduksi barang tersebut. Sebagai contoh misalnya, Indonesia mampu menghasilkan batu bara secara lebih efisien daripada Vietnam, tapi Vietnam mampu menghasilkan beras secara lebih efisien dibanding Indonesia, maka kedua negara akan melakukan perdagangan dimana Vietnam membeli batu bara dari Indonesia dan Indonesia membeli beras dari Vietnam. Sekali lagi, free market adalah syarat untuk pelaksanaan teori ini. Pemerintah tidak boleh melakukan proteksi maupun pembatasan impor, bahkan pemerintah diminta membebaskan biaya bea maupun cukai.

Dalam prakteknya, teori “tangan tuhan” Smith lebih banyak memihak kepada para pemilik modal. Atas nama investasi, para pemilik modal mengeksploitasi sumber daya dunia untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan sekaligus mengakumulasi modal. Akibatnya jurang ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin kian tinggi. Dengan modal yang terus terakumulasi, para pemilik modal mampu menciptakan teknologi baru untuk mengefisienkan proses produksi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi dan mengakumulasi modal lagi tanpa batas. Sementara disisi lain, penemuan teknologi baru itu berimplikasi pada berkurangnya peran manusia dalam proses produksi yang membuat banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaannya. Dengan demikian, peran modal menjadi kian dominan dalam aktifitas ekonomi. Tanpa memiliki modal yang cukup, seseorang atau suatu kelompok atau bahkan suatu negara tidak akan mampu mengembangkan perekonomiannya sehingga tidak mampu menghasilkan keuntungan. Akibatnya orang-orang yang tidak memiliki modal itu tetap terjebak pada kemiskinan disaat para pemilik modal menikmati hasil dari kekayaan alam disekitar mereka. Dengan kondisi seperti itu, Fukuyama (1992) memprediksi bahwa akhir dari sejarah dunia ini adalah kapitalisme global yang dikuasai oleh segelintir orang pemilik modal yang selama bertahun-tahun mengakumulasi modalnya secara terus menerus tanpa batas. Lebih jauh, Fukuyama juga menyebut segelintir pemilik modal itu akan menjadi the last man (manusia terakhir) di dunia ini.

Berbagai kritik silih berganti mengecam praktek kapitalisme ini. Ketidakadilan dan ketimpangan yang diciptakannya menjadi dasar kritik itu. Secara garis besar ada tiga teori yang lahir sebagai kritik atas praktek kapitalisme yang berangkat dari teori “tangan tuhan” Adam Smith ini, yaitu pertama teori ketergantungan yang lahir di Amerika Latin. Teori ini menganggap bahwa pembangunan model kapitalisme adalah “strategi licik” barat atau negara maju untuk membuat negara-negara berkembang bergantung secara ekonomi kepada mereka. Teori ini lahir dari pengalaman massifnya investasi asing yang masuk di Amerika Latin. Pada awalnya investasi ini disambut baik karena dianggap dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tapi ternyata kehadirannya justeru menyebabkan seluruh moda produksi asli lokal terpinggirkan sementara para kapitalis pemilik modal itu meraup keuntungan yang besar. Kedua adalah teori sistem dunia. Teori ini merupakan kelanjutan dari teori ketergantungan. Secara ekstrem teori ini menyebut agresifitas ekspansi kapital Trans Nasional Corporation (TNCs) sebagai sebuah imperialisme berkedok investasi. Kapitalisme global menginginkan struktur ekonomi global yang seragam dan mendunia. Penyeragaman struktur ekonomi dunia ini kemudian membentuk hegemoni kapital. Struktur hegemonik terhadap perekonomian lokal ini dianggap sebagai sistem yang tidak adil dan tidak demokratis karena menggerus dan meminggirkan perekonomian lokal. Ketiga, teori pemberdayaan yang meyakini bahwa keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan dan ketergantungan hanya bisa diputus melalui proses pemberdayaan masyarakat. Hanya dengan pemberdayaan masyarakat akan menjadi mandiri dan tidak terus terpinggirkan (Dharmawan, 2009).

Karl marx (1848) dalam Rahardjo (2011) memberikan pandangan yang berbeda soal kapitalisme. Dalam panflet the communist manifesto (1848) Marx mengatakan bahwa kapitalisme adalah sebuah fenomena sejarah yang tidak dapat dihindari. Semua masyarakat di dunia menurut Marx akan mngalami perkembangan moda produksinya dari komunal primitif ke perbudakan, lalu feodalisme dan kemudian kapitalisme. Baru setelah menunaikan tugas historisnya, masyarakat akan memasuki tahap sosialisme atau komunisme. Pada saat itu hak milik perorangan akan dihapuskan dan kekuasaan negara akan digantikan dengan civil society.

Selain itu, kritik atas praktek kapitalsme dunia juga lahir dari Paul Omerold (1994) yang mengatakan bahwa ilmu ekonomi sudah mati. Omerold menganggap bahwa perekonomian yang berkembang saat ini adalah hasil distorsi dari pemikiran Adam Smith dan David Ricardo. Teori invisible hand misalnya, Omerold menyatakan bahwa pemahaman terhadap teori ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari teori Adam Smith sebelumnya, yaitu the theory of moral sentiment. Sementara dalam prakteknya saat ini, teori invisible hand dianggap berdiri sendiri oleh para ekonom dan pelaku ekonomi yang menyebabkan kerancuan dan ketimpangan ekonomi. Memang benar bahwa dalam teori invisible hand, Smith menginginkan kebebasan tanpa batas dan bahwa setiap manusia punya kecenderungan untuk menumpuk keuntungan dan mengakumulasi modal, namun Smith juga percaya bahwa dengan kapital yang terakumulasi dalam jumlah banyak (dengan keuntungan yang besar) seorang individu bisa mengunakan kekayaannya itu untuk membantu orang miskin. Hanya saja dalam realitasnya para ekonom dan pelaku ekonomi seolah-olah memisahkan dua teori Smith sebagai teori yang berdiri sendiri. Akibatnya teori moral sentimen Smith kian terpinggirkan. Para ekonom dan pelaku ekonomi hanya mengggunakan dan mengagungkan teori kedua Smith, yaitu teori invisible hand. Omerold juga mengkritik sikap ekonom masa kini yang dianggap dengan sengaja mendistorsikan makna dari teori comparative advantage David Ricardo. Menurut Omerold semangat yang terkandung dalam teori keunggulan komparatif itu tidak hanya tentang kebebasan pelaku ekonomi (pasar bebas antar negara), tapi Ricardo menurut Omerold justeru lebih menekankan pada pasar bebas antar wilayah dalam negeri, bukan antar negara. Menurut Ricardo, perdagangan bebas antar negara rentan menimbulkan bubble economic (gelembung ekonomi).

Massifnya modal asing yang masuk dalam perekonomian suatu negara sangat rentan menimbulkan gelembung ekonomi. Investasi asing yang berorientasi jangka pendek menyebabkan proses pembangunan terjadi secara massif, namun setelah profit didapat semua modal yang terakumulasi segera ditarik oleh pemilik modal dan menyebabkan krisis ekonomi di negara tujuan investasi. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 adalah bukti nyata dari bubble economic sebagai akibat dari sikap mementingkan diri sendiri oleh investor dalam sistem ekonomi pasar bebas. Katakanlah, dibutuhkan waktu hanya 5 menit oleh Warren Buffet ataupun George Soros untuk menarik seluruh modalnya melalui telepon seluler, kemudian dampaknya akan menjadi sistemik dan mengancam eksistensi suatu negara (Supiyanto, 2011).

Kematian ilmu ekonomi sebagaimana dikatakan Omerold mungkin terlalu berlebihan jika dipandang dari sudut pandang aktifitas ekonomi secara umum. Sebagai mahluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks ini, maka interaksi antar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mutlak terjadi dan tidak mungkin berhenti atau mati. Benar apa yang disampaikan Smith dalam teori invisible hand-nya bahwa manusia punya kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan menumpuk kekayaan untuk diri sendiri. Tapi menjadi salah ketika kecenderungan egoisme individu itu ditindaklanjuti Smith dengan merekomendasikan kebebasan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah. Mengakumulasi modal dan menumpuk kekayaan tentu melibatkan manusia lainnya baik melalui hubungan patron-klien, majikan-pekerja, dan sebagainya. Jika dibiarkan terjadi secara alamiah, maka para pemodal yang ingin mengakumulasi modal itu tentu mengorbankan hak manusia lainnya dalam interaksi ekonominya. Akibatnya penindasan, eksploitasi dan ketidakadilan tidak dapat dihindari. Disinilah perlunya campur tangan pihak ketiga untuk menjembatani kepentingan pihak pemodal dan pekerja. Pemerintah adalah sarana ideal yang bisa mengambil peran sebagai pihak ketiga. Dengan demikian, kematian ekonomi yang sesungguhnya adalah kematian ekonomi kapitalis dan ekonomi pasar bebas. Sebab konsep ekonomi kapitalis ini sudah terbukti menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi. Dalam konteks bernegara, berbagai krisis di berbagai belahan dunia adalah bukti nyata bobroknya kapitalisme.

5 comments:

ICHA said...

teory ini kayaknya mirip sekali dengan hadis Nbi tentang penetapan harga,cb dkaji lebih lanjut sbagai perbandingan teory,,,,Diriwayatkan dari Anas RA, sahabat berkata “ Ya Rasulullah harga-harga barang. Maka Rasululah bersabda: Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, yang Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kedzaliman dalam darah dan harta.
(hadist shahih)

Anonymous said...

makna yang terkandung dalam invisible hand itu apa ???

Unknown said...

konteksnya berbeda mbak Icha. kalau harga yang ditetapkan Allah itu sifatnya selalu adil, tapi kalau yang ditetapkan pasar, selalu merugikan yang lemah.

Dinaaem said...

Menurut saya dgn adanya perkembangan teknologi dan dunia maya saat ini dapat melemahkan kaum kapitalis dalam invisible hand, menurut anda gimana ?

Unknown said...

Invisible hand merupakan tindakan pengecut dalam menjalankan tugas kehidupan sehari-hari dan merugikan masyarakat...