Oleh: Muhammad Nurjihadi
Sejak ribuan tahun yang lalu, kaum yahudi hidup terlunta-lunta sebagai akibat dari azab yang Allah berikan kepada mereka. Sikap sombong mereka membuat mereka terusir dan hidup berpencar seperti kera yang diburu oleh para pemburu. Mereka tersebar di berbagai Negara di Eropa dan Amerika sebagai tempat berlindung. Sadar dengan kondisi mereka yang terisolir dari pergaulan internasional, dikucilkan oleh masyarakat tempat mereka tinggal serta dianggap sebagai kaum marginal yang tak berharga, mereka kemudian menyatukan diri dengan membentuk organisasi-organisasi yahudi. Salah satunya adalah World Jews Commite (WJC) dan American Jews Commite (AJC) di Amerika. Melalui organisasi ini, mereka merencanakan strategi untuk menguasai dan menjajah dunia.
Kebencian terhadap kaum yahudi terus tumbuh dari masyarakat selain yahudi. Sikap sombong dan meremehkan kaum lain yang menjadi ciri khas yahudi membuat masyarakat kian membenci mereka. Puncak kebencian itu terjadi pada masa Perang Dunia II (PD II) di Jerman. NAZI yang berkuasa di Jerman dibawah pimpinan Hitler pada masa PD II memenjarakan kaum yahudi dalam sebuah camp yang mengerikan yang sering disebut Auschwitz. Didalam camp itu, mereka kemudian dibunuh satu per satu dengan membiarkan mereka kelaparan, diracun dengan gas beracun dan bahkan ada juga yang ditembak. Tidak ada alasan yang jelas dan pasti kenapa Hitler melakukan itu. Tragedi pembantaian kaum yahudi ini dikenal dunia dengan nama Holocaust.
Mengingat gencarnya upaya elit yahudi yang ada di WJC dan AJC untuk menguasai dunia, sementara mereka harus dihadapkan pada fakta kebencian kelompok selain yahudi terhadap mereka membuat saya berkeyakinan bahwa holocaust adalah sebuah tragedi yang dirancang dan direncanakan oleh para elit yahudi untuk mengambil perhatian dunia. Dengan kata lain, para elit yahudi itu mengorbankan masyarakat yahudi kelas rendah untuk kepentingan mereka. Dugaan ini diperkuat dengan tidak adanya tokoh yahudi yang menjadi korban holocaust. Jika benar Hitler sangat membenci golongan Yahudi, seharusnya yang pertama kali dibunuh adalah para tokoh yahudi, para rabi dan pemikir yahudi. Namun faktanya, ketika tragedi holocaust itu terjadi, tidak ada satupun tokoh yahudi yang ditangkap. Harun Yahya dalam karyanya yang fenomenal bahkan mengatakan bahwa NAZI adalah paham bentukan para pemikir yahudi sebagaimana komunisme dan liberalisme. Kesimpulan Harun Yahya ini membantu saya untuk mengatakan bahwa para elit yahudi sengaja menciptakan tragedi holocaust untuk kepentingan mereka.
Kenapa harus membantai kaum sendiri untuk mendapatkan keuntungan…? Mungkin ini yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya. Jawabannya tidak lain karena hanya dengan cara itu mereka bisa mendapat perhatian dunia. Dengan adanya tragedi pembantaian itu, dunia yang tadinya membenci kaum yahudi diharapkan akan bersimpati kepada mereka. Dampak dari tragedi ini sungguh luar biasa. Pasca tragedi itu, para elit yahudi dengan media-media internasional yang mereka kuasai setiap hari selama bertahun-tahun mengangkat tragedi holocaust sebagai headline.
Tragedi itu dalam pemberitaannya kian di dramatisir. Mulai dari menyebutkan angka jumlah korban yang mencapai 6 juta orang hingga tuduhan pencurian kekayaan orang yahudi oleh NAZI sebelum menangkap dan membantai mereka. Douglas Reed dalam buku “Behind The Scene And The Controversy Of Zion” menyatakan bahwa total korban perang yang dibunuh oleh tentara NAZI dalam seluruh perangnya selama PD II hanya 850.000 orang. Jika total korban yang dibunuh saja hanya 850.000 orang, bagaimana mungkin korban holocaust bisa mencapai 6 juta orang. Hal mengganjal lainnya adalah, perang sebesar PD II tentu membutuhkan gas yang sangat banyak untuk keperluan perang itu, bagaimana mungkin NAZI akan membuang gas mereka secara sia-sia hanya untuk membunuh orang yahudi yang bukan musuh inti mereka dalam perang. Sekarang saja jumlah total orang yahudi di seluruh dunia hanya 20 juta orang, mustahil enam puluh lima tahun yang lalu jumlah mereka bisa mencapai enam juta orang hanya di Jerman. Jadi publikasi media-media internasional yang mengatakan jumlah korban mencapai 6 juta orang adalah bohong karena tidak didukung oleh data yang ada dan akal sehat.
Gencarnya pemberitaan tentang holocaust membuat holocaust itu sendiri menjadi “agama” di barat. Holocaust bahkan lebih sakral dari Kristen atau Yesus sekalipun. Jika anda mengkritisi ketuhanan Yesus atau menghujat habis-habisan Kristen di media barat, maka anda tidak akan pernah dihukum karena itu dianggap sebagai kebebesan berpendapat. Tapi jika anda mempublikasikan kritik terhadap holocaust, anda harus siap untuk dipenjara, diasingkan atau bahkan diculik dan dibunuh diam-diam. Manfred Rouder, Fred Louchter, Fredrick Toben, dan Bruno Genlish adalah beberapa nama yang pernah mengkritisi holocaust. Mereka lalu sebagian dipenjara, sebagian lagi diasingkan. Bahkan saya meyakini, kematian miserius John F Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat yang kharismatis itu ada kaitannya dengan sikapnya yang tidak terlalu mempercayai holocaust. Masyarakat barat digiring oleh para elit yahudi melalui media-media besar yang mereka kuasai untuk mensakralkan holocaust. Oleh karenanya di seluruh perguruan tinggi di Amerika menjadikan holocaust sebagai bahan ajar wajib, bahkan di beberapa perguruan tinggi ia menjadi program studi khusus.
Keberhasilan yahudi dalam menggiring opini publik barat membawa manfaat yang luar biasa kepada yahudi. Opini publik barat itu membuat masyarakat barat sangat merasa berdosa atas perlakuan diskriminatif mereka selama ini terhadap kaum yahudi. Serta merta pendapat tentang yahudi berubah drastis. Simpati publik ini kemudian dieksploitasi lagi oleh yahudi untuk membenarkan setiap aktifitas yang mereka lakukan, bahkan jika aktifitas itu adalah aktifitas pembantaian, perampokan, penjajahan dan penindasan terhadap kaum yang lain. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah dengan merebut tanah Palestina dan mendirikan sebuah Negara yahudi yang bernama Israel. Barat yang sudah merasa bersalah kepada yahudi kemudian segera memberikan dukungannya atas berdirinya Negara Israel meski itu berarti mengusir rakyat Palestina dari rumah dan tanah mereka sendiri dan bahkan membunuh siapa saja yang tidak bersedia untuk diusir dari tanah mereka.
Berdirinya Israel menjadi sebuah Negara di tanah sah milik rakyat Palestina juga menjadi nestapa berkepanjangan dalam sejarah dunia. Beberapa kali tentara Israel melakukan pembantaian sadis dan genosida tak bermoral terhadap kaum muslimin. Setiap kali mereka di kritik karena sikap itu, mereka selalu mengatakan terpaksa melakukan itu untuk melindungi diri dari kebencian orang Islam kepada yahudi. Dengan alasan itu, yahudi “diizinkan” oleh masyarakat barat, bahkan oleh PBB untuk membantai wanita, anak-anak dan orang-orang yang tidak bersalah di Palestina. Para elit yahudi secara cerdik mengeksploitasi rasa kasihan masyarakat dunia kepada mereka atas peristiwa holocaust enam puluh lima tahun lalu itu. Itulah sebabnya, sampai hari ini media barat tidak pernah sekalipun absen berbicara tentang holocaust. Sebab hanya dengan ingatan holocaust itu mereka bisa melakukan apa saja atas nama “pembelaan diri”.
Yahudi adalah kaum yang selalu merasa terancam dalam hidupnya. Itulah sebabnya, mereka tak ubahnya seperti binatang yang tak punya hati dan akal sehat. Mereka terus dan terus membantai serta merampas hak milik kaum muslimin di Palestina. Pembangunan perumahan yahudi di tepi barat yang dilarang oleh PBB pun tetap mereka lakukan. Sekali lagi, alasan mereka karena mereka akan dibantai jika mereka tidak membantai orang Islam, tanah mereka akan direbut jika mereka tidak merebut tanah kaum muslimin. Mereka membangun opini seolah-olah mereka melakukan segala tindakan illegal mereka karena mereka sedang terancam oleh kaum muslimin.
Kembali lagi ke barat, khususnya Amerika Serikat. Saat ini, seseorang tidak akan syah menjadi presiden Amerika jika dia tidak memiliki keberpihakan kepada yahudi. Setiap pemimpin AS harus mendapat “restu” dari AJC terlebih dahulu jika ingin memenangkan Pemilu. Jika tidak, karir mereka bisa berakhir dalam hitungan bulan atau bahkan hari. Kuatnya pengaruh media yang dimiliki yahudi serta besarnya peran yahudi dalam perekonomian AS membuat AS tidak bisa membantah kehendak yahudi. Dengan demikian, AS tak ubahnya adalah jajahan kaum yahudi. Jika sedikit saja melawan, yahudi dapat dengan mudah menghancurkan perekonomian Amerika Serikat. Menghancurkan ekonomi AS berarti menghancurkan AS itu sendiri.
Demikianlah, holocaust menjadi alat utama yahudi untuk mengemis rasa kasihan dunia yang dengan itu mereka dapat melakukan pembantaian, genosida, penjajahan dan perampokan kepada siapapun yang menghalangi mereka. Jika sekarang korban utamanya adalah Palestina, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun yang akan datang, Indonesia atau Negara-negara lainnya akan menjadi sasaran langsung mereka (meskipun sekarang pengaruh mereka di Indonesia dan Negara lainnya juga cukup kuat secara tidak langsung).
This note will be continues….
No comments:
Post a Comment