Wednesday, 31 October 2012

Pasar dan Persoalan Keadilan, Perspektif Ekonomi Politik

Oleh: Muhammad Nurjihadi
Secara umum pasar didefinisikan sebagai tempat atau locus bertemunya penjual dan pembeli, tempat bertemunya penawaran (supply) dan permintaan (demand). Secara alamiah, mekanisme pasar diyakini akan membentuk harga yang terbangun dari tingkat keseimbangan antara supply dan demand itu. Dengan demikian, mekanisme pasar sesungguhnya tidak berbeda dengan mekanisme lelangan (auction mechanism) yang berarti bahwa orang-orang yang kuat saja yang bisa memenangkan proses lelang itu. Maka pasar merupakan mekanisme yang tidak ramah kepada orang-orang lemah dan miskin. Pasar merupakan pelayan yang rajin bagi yang kaya, tapi tidak memihak kepada yang miskin (Swasono, 2011).

Pengarusutamaan mekanisme pasar untuk memenuhi kebutuhan manusia dimulai sejak lahirnya teori tangan tuhan (the invisible hand theory) yang dicetuskan Adam Smith (1776). Prinsip dasar dari teori ini adalah adanya keyakinan bahwa keseimbangan pasar terbentuk secara natural dengan adanya pertemuan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Teori ini menafikkan peran pemerintah dalam aktifitas ekonomi karena dianggap sebagai penghambat tercapainya kesejahteraan maksimum (Clark dalam Yustika, 2011). Bertemunya supply dan demand secara alamiah merupakan respon dari rasionalitas hidup manusia dimana setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri dan mendapat keuntungan pribadi yang besar. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan pribadi ini akan membuat setiap orang (baik penjual ataupun pembeli) bertindak untuk memaksimumkan keuntungan dan kepuasan. Karena setiap orang hendak memaksimalkan keuntungan dan kepuasan, maka harga akan terbentuk dengan sendirinya melalui adanya kekuatan tarik menarik antara penjual dengan instrumen penawaran dan pembeli dengan instrumen permintaan. Jika posisi tawar (bargaining position) permintaan lebih kuat dari pada penawaran (permintaan lebih kecil daripada penawaran) maka harga akan menjadi rendah, dan demikian pula sebaliknya. Mekanisme ini mengabaikan faktor lain diluar dua faktor utama itu. Mekanisme tarik menarik antara kekuatan penawaran dan permintaan inilah yang dimaksud dengan mekanisme pasar.

Dengan pemahaman diatas, maka tidak salah jika Swasono (2011) menyebut bahwa pasar adalah pelayan bagi orang kaya tapi tidak ramah bagi orang miskin. Mengingat hanya orang kaya yang memiliki kemampuan (bargaining position) untuk mengakses dan mempengaruhi pasar. Meski demikian, kita harus memahami bahwa konsep mekanisme pasar sesungguhnya tidak sesederhana tercapainya keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Mekanisme pasar memiliki asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar ia mampu mengantarkan manusia kepada kesejahteraan maksimum. Menurut Rahardja & Manurung (1999), asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar pasar dapat menjamin alokasi sumber daya yang efisien dan mampu memaksimumkan kesejahteraan masyarakat adalah antara lain setiap pelaku bersifat rasional, tersedianya informasi pasar dengan sempurna, pasar berbentuk persaingan sempurna (tidak terjadi monopoli), dan kepemilikan barang bersifat pribadi bukan kepemilikan bersama (public/common’s good). Sayangnya, dalam realitas kehidupan sehari-hari, asumsi-asumsi ideal tersebut sulit terpenuhi. Akibatnya terjadilah kegagalan pasar di mana pasar gagal menjadi alat alokasi yang efisien dan gagal memaksimumkan kesejahteraan masyarakat.

Disinilah letak lemahnya logika berfikir Adam Smith ketika menjelaskan bahwa kecenderungan individualisme manusia dapat mengantarkan masyarakat pada kesejahteraan maksimumnya. Sebagai manusia rasional, setiap individu akan berusaha memaksimumkan keuntungan pribadinya dengan berbagai cara, termasuk dengan cara merekayasa pasar seperti memonopoli perdagangan atau pembelian, menciptakan informasi yang tidak sempurna (asymmetric information), dan sebagainya. Dengan demikian, untuk menjamin agar pasar memenuhi asumsi-asumsi kesempurnaannya dibutuhkan peran pihak ketiga untuk mengaturnya, dalam hal ini adalah pemerintah. Sayangnya, mekanisme pasar menghendaki agar pemerintah meminimumkan perannya atau bahkan tidak ikut terlibat sama sekali dalam mengatur atau mengintervensi mekanisme pasar. Mekanisme pasar (market mechanism) sering disinonimkan dengan kapitalisme. Aturan main kapitalisme yang tegak diatas pilar logika pasar sebagai pengontrol kegiatan ekonomi adalah mengeluarkan pemerintah/negara dari aktivitas ekonomi. Seluruh kegiatan ekonomi digerakkan oleh sektor swasta lewat pasar sehingga bisa mendeskripsikan preferensi setiap individu (Grassby, 1999 dalam Yustika, 2011).

Sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) lahir dari mazhab ekonomi klasik/neoklasik yang juga melahirkan sistem mekanisme pasar. Kapitalisme tegak oleh empat pilar dasar yang melatarinya, yaitu; pertama, kegiatan ekonomi digerakkan dan dikoordinir oleh pasar (bebas) dengan harga sebagai penanda. Kedua; setiap individu memiliki kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan (property rights) untuk menjamin proses transaksi (exchange). Ketiga; kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik faktor produksi yakni pemodal (capital), tenaga kerja (labor) dan pemilikan lahan (land). Pemilik modal memperoleh pendapata dari keuntungan, pekerja memperoleh pendapatan dari upah dan pemilik lahan memperoleh pendapatan dari biaya sewa lahan (rent). Keempat; tidak ada larangan bagi para pelaku ekonomi untuk keluar – masuk pasar (free entry and exit barriers) [Yustika, 2011].

Dalam prakteknya, sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) lebih banyak memihak kepada para pemilik modal. Atas nama investasi, para pemilik modal mengeksploitasi sumber daya untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan sekaligus mengakumulasi modal. Akibatnya jurang ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin kian tinggi. Dengan modal yang terus terakumulasi, para pemilik modal mampu menciptakan teknologi baru untuk mengefisienkan proses produksi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi dan mengakumulasi modal lagi tanpa batas. Sementara disisi lain, penemuan teknologi baru itu berimplikasi pada berkurangnya peran manusia dalam proses produksi yang membuat banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaannya. Dengan demikian, peran modal menjadi kian dominan dalam aktifitas ekonomi. Tanpa memiliki modal yang cukup, seseorang atau suatu kelompok atau bahkan suatu negara tidak akan mampu mengembangkan perekonomiannya sehingga tidak mampu menghasilkan keuntungan. Akibatnya orang-orang yang tidak memiliki modal itu tetap terjebak pada kemiskinan disaat para pemilik modal menikmati hasil dari kekayaan alam disekitar mereka. Dengan kondisi seperti itu, Fukuyama (1992) memprediksi bahwa akhir dari sejarah dunia ini adalah kapitalisme global yang dikuasai oleh segelintir orang pemilik modal yang selama bertahun-tahun mengakumulasi modalnya secara terus menerus tanpa batas. Lebih jauh, Fukuyama juga menyebut segelintir pemilik modal itu akan menjadi the last man (manusia terakhir) di dunia ini.

Demikianlah, mekanisme pasar dan kapitalisme melahirkan persoalan ketidakadilan ekonomi. Dengan modal yang terus terakumulasi, para pemilik modal terus meningkatkan kapasitas dirinya yang memungkan dia memiliki kemampuan lebih untuk mengakumulasi modal dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Sementara disisi lain kaum papa miskin yang lemah terus terpinggirkan dan membuat mereka semakin tidak berdaya dan kian terjebak dalam kemiskinannya. Pasar dalam banyak kasus ternyata tidak mampu untuk mengatur dirinya sendiri (self regulating market), pasar selalu diatur dan didominasi oleh kelompok-kelompok yang lebih kuat, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli. Disinilah ekonomi politik mengambil perannya, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menguasai pasar untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Thurow (1983) dalam Swasono (2011) menyebut mekanisme pasar semacam ini sebagai arus berbahaya (the dangerous current) bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu Heilbroner (1994) dalam Swasono (2011) juga menyatakan bahwa pasar mendorong perubuatan yang tidak bermoral, sehingga mekanisme pasar tidak hanya merupakan suatu kegagalan ekonomi, tapi juga merupakan suatu kegagalan moral.

No comments: