Saturday, 2 February 2013

Siapa "Bermain" Dibalik Prahara PKS ??

Oleh: Muhammad Nurjihadi
Dunia bergemuruh, seolah ada planet asing yang menghantam bumi ini. Begitulah gambaran perasaan jutaan kader PKS ketika secara tiba-tiba KPK menetapkan LHI sebagai tersangka kasus impor daging sapi yang kemudian diikuti dengan penangkapan dan penahanan dirinya. Tidak hanya kader, tapi rival politik, media, masyarakat, dan semua orang juga ikut tersentak kaget ketika kabar itu beredar. Sontak saja berita tentang LHI ini menghiasi lebih dari 50% space pemberitaan di media elektronik, menjadi headline nyaris di semua Koran, baik yang nasional maupun lokal. Juga menjadi tranding topic di media sosial facebook maupun twitter.

Ada yang percaya bahwa memang ada skandal besar dalam peristiwa ini yang melibatkan banyak kader dan elit PKS. Namun banyak pula yang menganggap kasus ini penuh “kejanggalan”, tidak rasional dan tentu saja terkesan menyerang PKS. Banyak pakar menyebut kasus LHI ini “tidak wajar” karena beberapa alasan: (1) pemberian status tersangka tanpa pemeriksaan terlebih dulu terhadap LHI; (2) tuduhan suap yang katanya Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang tertangkap tangan bukan LHI, tapi AF yang “mengaku” dekat dengan LHI; (3) surat penangkapan dari KPK sudah keluar hanya kurang dari 2 jam pasca penetapan dirinya sebagai tersangka, dan lain-lain. Semua itu memunculkan kesan bahwa kasus ini adalah murni kriminalisasi, konspirasi, dan pembunuhan karakter.

KPK meradang dan menolak disebut melakukan konspirasi. Melalui Johan Budi, KPK menjelaskan kasus ini berkembang sedemikian cepat karena berasal dari “laporan masyarakat” dengan bukti yang cukup meyakinkan dari laporan itu. KPK merasa sudah bekerja on the track, sesuai hukum dan UU yang berlaku. Lalu siapa sebenarnya yang bermain dibalik kasus ini?? Dan apa tujuannya ??

Ada beberapa analisa yang berkembang. Pertama, ada yang menyebut ini sebagai upaya pengalihan isu untuk menutup isu “tunggakan pajak keluarga istana” yang sehari sebelumnya diungkap oleh The Jakarta Post. Kedua, ada yang menyebut kasus ini lahir dari dendam yang terakumulasi dari rival politik, PKS dianggap ancaman di 2014. Ketiga, ada juga yang menganalisis bahwa ini adalah permainan “ekonomi politik global” yang melibatkan “aktor asing” didalamnya. Analisa ini muncul karena beberapa tahun terakhir, fraksi PKS kencang menolak impor daging sapi dari Amerika Serikat karena ditengarai mengandung atau bercampur dengan daging babi yang jelas-jelas haram dalam Islam. Beberapa waktu lalu AS melaporkan pemerintah Indonesia ke World Trade Organization (WTO) karena dianggap melanggar perjanjian kerjasama perdagangan internasional. Sebagai catatan, semenjak ditetapkannya rencana swasembada daging oleh pemerintah melalui kementerian pertanian, banyak negara eksportir yang bergantung pada pasar Indonesia berusaha untuk menggagalkan upaya swasembada itu, seperti Australia dan Amerika Serikat dengan berbagai cara. Keempat, ada juga yang menganalisa kasus ini dengan menyebut kasus ini adalah rekayasa kader internal PKS untuk “mendepak” LHI dari posisi sebagai presiden partai guna memuluskan ambisi kader-kader tertentu untuk berkuasa di partai ini (Anis Matta disebut-sebut sebagai otak dibalik semua ini).

Dari semua analisa itu, analisa terlemah menurut saya adalah analisa keempat. Mudah saja untuk menyangkal analisa “dangkal” ini. Di PKS, orang nomor satu bukanlah presiden partai, melainkan ketua Majlis Syuro’, yakni Hilmi Aminuddin, dimana keputusan-keputusan strategis tidak akan diambil tanpa “lisensi” dari sang ketua Majlis. Presiden partai hanya bertugas untuk menggerakkan roda organisasi secara teknis dan taktis. Selain itu, mekanisme pemilihan presiden partai di PKS tidak seperti partai lain yang harus melalui pemungutan suara, Majlis Syuro’ adalah pengambil keputusan final untuk hal ini. Jadi analisa “dangkal” ini sebaiknya diabaikan dalam tulisan ini.

Analisa pertama hingga ketiga relatif masuk akal bagi saya. Hukum itu hanya persoalan administrasi, tumpukan kertas dengan konten yang bisa diatur. Saya teringat film “the shawsank” yang bercerita tentang seorang narapidana yang berhasil mengelabuhi bank dan seluruh perangkat kependudukan dengan menggunakan identitas palsu. Identitas menurut tokoh utama dalam film itu hanya soal administrasi, jika kita memiliki KTP, akta keluarga, akta lahir, asuransi kesehatan, ijazah, dan sebagainya maka semua orang juga akan percaya kalau identitas palsu kita itu asli. Kira-kira seperti itulah hukum, ia hanya merupakan tumpukan kertas administrasi. Hanya dibutuhkan kelihaian untuk menyusun dokumen-dokumen administratif itu menjadi fakta-fakta hukum sebagaimana kelihaian tokoh utama dalam film “the shawsank” yang memalsukan identitasnya untuk memeras bank dan lembaga asuransi.

Dengan demikian, saya percaya sepenuhnya bahwa KPK dalam hal ini tidak terlibat sama sekali dalam “konspirasi” yang menyerang PKS. Sebagai lembaga penegak hukum yang kredibel, KPK sudah bekerja on the track, berdasarkan UU yang ada. Karena mereka hanya mengolah dan menganalisa dokumen yang katanya “laporan masyarakat”. Saya ingin berfokus pada kata “laporan masyarakat” ini. Tadi malam (Jumat, 1 Pebruari 2013) Johan Budi ketika diwawancarai metro TV menyatakan menerima laporan itu beberapa hari sebelum peristiwa selasa, 29 januari (penetapan tersangka LHI). Ini artinya, dokumen laporan masyarakat itu sudah sangat lengkap dan rapi sehingga membuat KPK yakin untuk memberikan status tersangka dengan cepat. Dengan kata lain, masyarakat yang melapor itu sudah mengumpulkan dokumen-dokumen itu dalam waktu yang lama. Artinya, upaya menjebak PKS ini sudah dipersiapkan dengan matang jauh-jauh hari sebelumnya. Pertanyaannya adalah siapakah “masyarakat yang melapor” itu??.

Bagi saya, dokumen lengkap soal impor tersebar setidaknya di tiga kementerian. Pertama kementerian Pertanian, kedua kementerian perdagangan dan ketiga kementerian perindustrian. Selanjutnya semua dokumen kenegeraan itu tentu saja terkumpul di pimpinan kabinet, sang presiden Susilo Bambang Yodhoyono yang tentu juga dibantu oleh para stafnya, baik sekretaris kabinet, sekretaris negara, maupun penasehat presiden (saya jadi teringat manuver Dipo Alam beberapa bulan terakhir, juga teringat kasus misbakhun yang pelapornya adalah salah seorang penasehat presiden). Selain itu, dokumen itu juga ada di para pelaku usaha, yakni importir dan juga eksportir. Atau bisa saja dokumen itu dimiliki oleh masyarakat umum, lewat NGO misal, namun kemungkinannya kecil menurut saya.

Saya percaya dengan kredibilitas dan integritas LHI, meskipun tentu saja sebagai manusia biasa, ada peluang LHI untuk melakukan tindakan bejat itu. Saya juga percaya dengan profesionalitas dan kredibilitas KPK sebagai lembaga penegak hukum. Saya pun percaya dengan aroma konspirasi dalam kasus ini yang melibatkan pihak ketiga.

Lalu siapakah pihak ketiga itu?? siapakah yang melapor ??. Dengan kata lain siapa yang memainkan perkara ini ??. Yang pasti pelapor pasti adalah orang yang memiliki dokumen lengkap. Tidak bermaksud menuduh, hanya sebuah analisa sederhana.

Wallahua’lam…… semoga semua kebenaran yang sesungguhnya segera terungkap.

No comments: